TANJUNG REDEB — Pemerintah Kabupaten Berau memaparkan capaian dan tantangan penanggulangan kemiskinan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) yang digelar di Hotel Palmy, Selasa (18/11/2025). Acara tersebut dihadiri Wakil Bupati Berau, Gamalis selaku Ketua TKPKD, Kepala Bapelitbang, Endah Ernany, tim ahli dari PSEK UGM, serta narasumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
LP2KD ini memuat evaluasi program penanggulangan kemiskinan lintas sektor selama lima tahun terakhir, sejak 2020 hingga 2024. Laporan itu sekaligus menjadi bahan refleksi dan dasar perencanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan untuk tahun berikutnya.
Wabup Gamalis menyampaikan, penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Berau menunjukkan kinerja positif. Pada 2021, tingkat kemiskinan tercatat 6,3 persen. Angka itu menurun menjadi 5,08 persen pada 2024. Bahkan menurut BPS per Maret 2025, tingkat kemiskinan kembali turun signifikan ke angka 4,4 persen.
“Target 5 persen yang ditetapkan dalam RPJMD tahun lalu bukan hanya tercapai, tetapi terlampaui. Ini kemajuan besar, karena sekitar enam ribu lebih jiwa telah berhasil keluar dari garis kemiskinan,” ujar Wakil Bupati.
Selain itu, dua indikator penting lainnya menunjukkan perbaikan signifikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 0,95 menjadi 0,41, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun dari 0,20 menjadi 0,07.
Keberhasilan tersebut merupakan hasil konvergensi berbagai program yang dilaksanakan OPD lintas sektor, mulai dari bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi berbasis kampung, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur dasar seperti air, listrik, dan jalan kampung.
Meski menunjukkan kemajuan, LP2KD mencatat sejumlah tantangan besar yang perlu ditangani.
Wakil Bupati menyoroti bahwa kemiskinan masih terkonsentrasi di titik-titik tertentu, terutama wilayah pesisir dan wilayah pedalaman.
Kemiskinan perempuan dan anak juga masih tinggi, ditandai rendahnya partisipasi kerja perempuan serta masih adanya anak yang belum bersekolah di beberapa wilayah.
Selain itu, efektivitas belanja publik pada fungsi kemiskinan masih perlu diperkuat. Pada 2024 total belanja fungsi kemiskinan mencapai Rp571 miliar atau 10,8 persen dari APBD, namun elastisitasnya masih rendah, dimana setiap kenaikan 1 persen belanja sosial hanya menurunkan kemiskinan sekitar 0,8 persen.
“Kita sudah di jalur yang benar, tetapi langkahnya masih belum tepat. Ke depan, efektivitas belanja harus semakin presisi,” tegas Wakil Bupati.
Wakil Bupati juga menekankan lima instruksi kepada seluruh OPD yaitu penggunaan data dalam setiap kebijakan, penguatan kebijakan berbasis wilayah, fokus pada pemberdayaan ekonomi produktif, kolaborasi multipihak termasuk transparansi CSR, serta memastikan keberlanjutan program lintas tahun. (Prokopim)