Sambaliung - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau bersama Kesultanan Sambaliung kembali menggelar tradisi adat Manguati Banua atau mengobati kampung yang dilaksanakan di depan keraton, pada Sabtu (14/9/2024). Kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan hari jadi Kabupaten Berau ke-71 dan Kota Tanjung Redeb ke-214.
Sejarah manguati banua ini dahulu dilakukan Raja Berau terdahulu tiap tahun untuk menolak datangnya penyakit masuk ke kampung, tetapi setelah masuknya agama Islam, ritual menguati diubah dengan doa syariat Islam dan jalan dari hulu ke laut.
Acara tersebut dibuka Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas didampingi Wakil Bupati Berau, Gamalis serta mantan Bupati Berau, Makmur HAPK dan dihadiri jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Sri Juniarsih Mas mengatakan, tradisi Manguati Banua merupakan bagian dari adat istiadat serta kebudayaan Berau yang harus dipertahankan sampai saat ini, dan menjadi kebiasaan masyarakat Kabupaten Berau, yang sesuai dengan syariat islam.
"Tradisi Manguati Banua ini menjadi awal dari seluruh rangkaian peringatan hari jadi Kabupaten Berau yang berisi kegiatan doa bersama agar Berau senantiasa diberikan keselamatan dan terhindar dari segala bentuk marabahaya," ucapnya.
Sri juga mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada Kesultanan Sambaliung, Kesultanan Gunung Tabur, para pemangku adat kesultanan, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama berkat terselenggaranya kegiatan ini.
Ia pun berharap kampung budaya di Berau terus dikembangkan. Sehingga, destinasi wisata Berau, tidak hanya berorientasi pada wisata alam bahari atau kekayaan alam bawah lautnya. Tetapi juga wisata budaya yang masih dilestarikan turun-temurun dan menjadi ciri khas daerah tersebut seperti adat Manguati Banua ini.
"Jadikan agenda rutin agar tersampaikan ke khalayak ramai diluar sana bahwa ada dua kesultanan di Kabupaten Berau, yakni Kesultanan Sambaliung, dan Kesultanan Gunung Tabu," tegasnya.
"Budaya adalah aset yang harus dijaga sebagai pondasi kemajuan daerah kita, dan budaya yang ada untuk tidak dihilangkan. Keraton merupakan simbol untuk mempersatukan kita semua dan kita harus pertahankan untuk generasi kedepan," pungkasnya. (AJ/DT/Prokopim)